"Ingatlah olehmu akan nikmatKu yang telah Aku kurniakan kepadamu, dan sesungguhnya Aku telah pernah memuliakan kamu atas bangsa-bangsa." (Q 2:47)
Diperingatkan hal ini, bahwa kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka itu, bukanlah karena darah keturunan mereka lebih tinggi dari darah keturunan yang lain. Sekali-kali tidaklah Tuhan mengajarkan perbedaan suku (ras), tinggi itu rendah ini. Mereka pernah dimuliakan melebihi bangsa dan suku yang lain, sebab merekalah penerima waris ajaran nenek-moyang mereka Ibrahim, Ishak dan Ya'kub tentang percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Selama Tauhid itu mereka pegang teguh, kemuliaan itu tidaklah akan dihilangkan atau dicabut dari mereka. Jadi mereka diberi kemuliaan ialah karena kemuliaan pendirian. Adapun kalau Tauhidnya telah hilang, dan yang mereka pertahankan telah tinggal kemegahan saja menyebut-nyebut kebesaran yang lampau, hinalah mereka dan bangsa lain yang menerima dan menjunjung Tauhid itu pulalah yang akan dimuliakan Tuhan.
"Dan takutlah kamu akan hari, yang tidak akan dapat melepaskan suatu diri sesuatu apapun dari satu diri yang lain." (Q 2:48). Inilah salah satu pokok ajaran Islam. Jangan sampai anak-cucu merasa bahwa mereka akan terlepas dari tanggungjawab di akhirat, semata-mata dengan membanggakan bahwa mereka turunan si anu, anak-cucu si fulan. Bani Israil jangan sampai mendabik dada mengatakan kami ini keturunan Ya'kub dan Yusuf; karena kalau telah datang waktu perhitungan di akhirat kelak Ya'kub dan Yusuf tidaklah dapat mereka pergunakan. "Dan tidak akan diterima daripadanya permohonan." Yakni semua memohon grasi atau ampunan karena kesalahan yang telah lalu, yang dimintakan oleh orang lain. Memohon kepada Tuhan supaya si anu yang bersalah dibebaskan saja. "Dan tidak diambil daripadanya penebusan." Secara jelasnya, tidaklah ada harta walaupun emas sebesar gunung untuk dijadikan uang jaminan. Karena harta untuk menjamin itu tidak ada samasekali kepunyaan manusia. Semuanya Allah yang empunya. "Dan tidak mereka akan ditolong." (ujung ayat 48). Karena yang akan dapat menolong ketika itu lain tidak hanyalah usaha sendiri yang disiapkan dari sekarang.
Hal ini diperingatkan kepada Bani Israil, supaya pendirian yang salah ini segera mereka buang.
Mereka menutup hati buat menerima petunjuk walaupun dari mana datangnya, sebab mereka merasa merekalah Sya'bullah al-Mukhtar, yakni bangsa kepunyaan Allah yang telah dipilih. Penyakit kebanggaan yang seperti ini kalau dibasmi akan menimbulkan permusuhan dengan bangsa atau golongan yang lain. Bahkan penyakit ini telah berlarut-larut, yang menyebabkan beratus tahun lamanya bangsa-bangsa Eropa memandang kaum Yahudi itu manusia terkutuk yang harus disisihkan dari pergaulan hidup mereka. Sehingga kampung kediaman mereka dinamai Ghetto. Bahkan sebelum Agama Islam masuk ke negeri Spanyol, sangatlah hinanya mereka dipandang oleh orang Nasrani.
Barulah nasib mereka berubah setelah Islam datang ke Spanyol. Tetapi kebencian kepada mereka menjadi turun-temurun, berkali-kali mencapai puncak, dan puncak yang terakhir di zaman kita ialah kekejaman Jerman Nazi dan Hitler memusnahkan berjuta-juta orang Yahudi di Eropa. Dan dijelaskanlah dalam ayat 48 ini memperingatkan kepada mereka bahwa kemuliaan mereka di zaman dahulu itu memang diakui bukan karena darah mereka istimewa dalam alam, tetapi karena mereka mempunyai pegangan agama yang benar, yaitu Tauhid, dan nenek-moyang mereka mengamalkannya dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Dari ayat-ayat ini kita melihat teguran yang jelas sekali dari Tuhan kepada Bani Israil, atau kaum Yahudi yang ada di Madihnah pada masa itu. Tuhan mengakui, bahwa di zaman dahulu memang mereka diberi kemuliaan oleh Tuhan, melebihi segala bangsa-bangsa yang ada dikeliling bangsa-bangsa tetangga mereka adalah penyembah berhala. Tetapi setelah Nabi Muhammad datang, Tauhid hanya tinggal menjadi sebutan. Yang penting bagi mereka ketika itu ialah mengumpulkan kekayaan. Faham agama menjadi membeku. Merasa diri lebih tinggi dan lebih unggul dari golongan lain. Arab di Madinah mereka pandang hina dan rendah. Penyakit merasa diri lebih ini menghinggapi juga bangsa-bangsa yang lain. Nabi Muhammad s.a.w. pernah mengatakan bahwa bangsa Arabpun adalah semulia-mulia bangsa. Yang dimaksud Nabi bukanlah bahwa darah Arab itu istimewa dari darah bangsa-bangsa yang lain, melainkan karena Tuhan menurunkan wahyu ke dunia ini dengan memakai bahasa Arab sehingga mulialah orang Arab, sebab mereka yang terlebih dahulu dapat memahami wahyu. Tetapi kalau orang Arab lalu bangga dan mendabik dada lantaran wahyu itu padahal tidak menjunjung dan mengamalkan, dengan sendirinya kemudian yang mereka terima itu tidak ada lagi.
Kita ummat Islampun dengan terusterang harus kita akui, kadang-kadang ditimpa juga oleh penyakit Yahudi ini. Tuhan telah pernah menganugerahi kemuliaan dan kurnia kepada kaum Muslimin berabad-abad lamanya, sampai menaklukkan Dunia Barat dan TImur. Tetapi satu waktu pamor Muslimin menjadi muram dan negerinya dijajah oleh bangsa-bangsa lain, dan mereka mundur dalam lapangan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, sehingga yang dapat dibanggakan oleh anak-cucu yang datang di belakang, tidak lain hanyalah pusaka nenek-moyang yang dahulu. Dengan tidak sadar si anak-cucu tadi membanggakan kemuliaan nenek-moyang, tetapi tidak mau insaf dan tidak mau membina kemuliaan yang baru, atau sambungan, karena menyeleweng jauh dari garis agama yang diajarkan Rasul. Maka samalah keadaan kita dengan Yahudi.
Diperingatkan hal ini, bahwa kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka itu, bukanlah karena darah keturunan mereka lebih tinggi dari darah keturunan yang lain. Sekali-kali tidaklah Tuhan mengajarkan perbedaan suku (ras), tinggi itu rendah ini. Mereka pernah dimuliakan melebihi bangsa dan suku yang lain, sebab merekalah penerima waris ajaran nenek-moyang mereka Ibrahim, Ishak dan Ya'kub tentang percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Selama Tauhid itu mereka pegang teguh, kemuliaan itu tidaklah akan dihilangkan atau dicabut dari mereka. Jadi mereka diberi kemuliaan ialah karena kemuliaan pendirian. Adapun kalau Tauhidnya telah hilang, dan yang mereka pertahankan telah tinggal kemegahan saja menyebut-nyebut kebesaran yang lampau, hinalah mereka dan bangsa lain yang menerima dan menjunjung Tauhid itu pulalah yang akan dimuliakan Tuhan.
"Dan takutlah kamu akan hari, yang tidak akan dapat melepaskan suatu diri sesuatu apapun dari satu diri yang lain." (Q 2:48). Inilah salah satu pokok ajaran Islam. Jangan sampai anak-cucu merasa bahwa mereka akan terlepas dari tanggungjawab di akhirat, semata-mata dengan membanggakan bahwa mereka turunan si anu, anak-cucu si fulan. Bani Israil jangan sampai mendabik dada mengatakan kami ini keturunan Ya'kub dan Yusuf; karena kalau telah datang waktu perhitungan di akhirat kelak Ya'kub dan Yusuf tidaklah dapat mereka pergunakan. "Dan tidak akan diterima daripadanya permohonan." Yakni semua memohon grasi atau ampunan karena kesalahan yang telah lalu, yang dimintakan oleh orang lain. Memohon kepada Tuhan supaya si anu yang bersalah dibebaskan saja. "Dan tidak diambil daripadanya penebusan." Secara jelasnya, tidaklah ada harta walaupun emas sebesar gunung untuk dijadikan uang jaminan. Karena harta untuk menjamin itu tidak ada samasekali kepunyaan manusia. Semuanya Allah yang empunya. "Dan tidak mereka akan ditolong." (ujung ayat 48). Karena yang akan dapat menolong ketika itu lain tidak hanyalah usaha sendiri yang disiapkan dari sekarang.
Hal ini diperingatkan kepada Bani Israil, supaya pendirian yang salah ini segera mereka buang.
Mereka menutup hati buat menerima petunjuk walaupun dari mana datangnya, sebab mereka merasa merekalah Sya'bullah al-Mukhtar, yakni bangsa kepunyaan Allah yang telah dipilih. Penyakit kebanggaan yang seperti ini kalau dibasmi akan menimbulkan permusuhan dengan bangsa atau golongan yang lain. Bahkan penyakit ini telah berlarut-larut, yang menyebabkan beratus tahun lamanya bangsa-bangsa Eropa memandang kaum Yahudi itu manusia terkutuk yang harus disisihkan dari pergaulan hidup mereka. Sehingga kampung kediaman mereka dinamai Ghetto. Bahkan sebelum Agama Islam masuk ke negeri Spanyol, sangatlah hinanya mereka dipandang oleh orang Nasrani.
Barulah nasib mereka berubah setelah Islam datang ke Spanyol. Tetapi kebencian kepada mereka menjadi turun-temurun, berkali-kali mencapai puncak, dan puncak yang terakhir di zaman kita ialah kekejaman Jerman Nazi dan Hitler memusnahkan berjuta-juta orang Yahudi di Eropa. Dan dijelaskanlah dalam ayat 48 ini memperingatkan kepada mereka bahwa kemuliaan mereka di zaman dahulu itu memang diakui bukan karena darah mereka istimewa dalam alam, tetapi karena mereka mempunyai pegangan agama yang benar, yaitu Tauhid, dan nenek-moyang mereka mengamalkannya dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Dari ayat-ayat ini kita melihat teguran yang jelas sekali dari Tuhan kepada Bani Israil, atau kaum Yahudi yang ada di Madihnah pada masa itu. Tuhan mengakui, bahwa di zaman dahulu memang mereka diberi kemuliaan oleh Tuhan, melebihi segala bangsa-bangsa yang ada dikeliling bangsa-bangsa tetangga mereka adalah penyembah berhala. Tetapi setelah Nabi Muhammad datang, Tauhid hanya tinggal menjadi sebutan. Yang penting bagi mereka ketika itu ialah mengumpulkan kekayaan. Faham agama menjadi membeku. Merasa diri lebih tinggi dan lebih unggul dari golongan lain. Arab di Madinah mereka pandang hina dan rendah. Penyakit merasa diri lebih ini menghinggapi juga bangsa-bangsa yang lain. Nabi Muhammad s.a.w. pernah mengatakan bahwa bangsa Arabpun adalah semulia-mulia bangsa. Yang dimaksud Nabi bukanlah bahwa darah Arab itu istimewa dari darah bangsa-bangsa yang lain, melainkan karena Tuhan menurunkan wahyu ke dunia ini dengan memakai bahasa Arab sehingga mulialah orang Arab, sebab mereka yang terlebih dahulu dapat memahami wahyu. Tetapi kalau orang Arab lalu bangga dan mendabik dada lantaran wahyu itu padahal tidak menjunjung dan mengamalkan, dengan sendirinya kemudian yang mereka terima itu tidak ada lagi.
Kita ummat Islampun dengan terusterang harus kita akui, kadang-kadang ditimpa juga oleh penyakit Yahudi ini. Tuhan telah pernah menganugerahi kemuliaan dan kurnia kepada kaum Muslimin berabad-abad lamanya, sampai menaklukkan Dunia Barat dan TImur. Tetapi satu waktu pamor Muslimin menjadi muram dan negerinya dijajah oleh bangsa-bangsa lain, dan mereka mundur dalam lapangan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, sehingga yang dapat dibanggakan oleh anak-cucu yang datang di belakang, tidak lain hanyalah pusaka nenek-moyang yang dahulu. Dengan tidak sadar si anak-cucu tadi membanggakan kemuliaan nenek-moyang, tetapi tidak mau insaf dan tidak mau membina kemuliaan yang baru, atau sambungan, karena menyeleweng jauh dari garis agama yang diajarkan Rasul. Maka samalah keadaan kita dengan Yahudi.
No comments:
Post a Comment