Salah satu komoditi paling mahal di kota Jakarta, Indonesia, adalah kursi. Buktinya orang selalu memperebutkan kursi, baik itu dalam arti harfiah maupun arti konotatif.
Cobalah lihat perebutan kursi calon legislatif di gedung DPR/MPR Senayan, setiap lima tahun sekali. Tengok juga perebutan kursi bangku di sekolah-sekolah favorit setiap periode bulan Juli - Agustus.
Kalau menunggu satu atau lima tahun dianggap terlalu lama, cobalah tengok setiap hari di angkutan umum Jakarta, terutama pada saat jam-jam berangkat kerja, terlebih lagi jam-jam pulang kerja. Begitu ada bis kosong, langsung diserbu oleh penumpang yang seperti kehausan ingin merasakan sejuknya kursi kosong.
Di stasiun kereta Tanah Abang, Jakarta Selatan, pemandangan perebutan kursi kosong di kereta api selalu bisa dinikmati setiap hari kerja. Tanpa permisi kepada orang yang sudah lebih dulu duduk, banyak orang yang main seradag-serudug langsung duduk di sela-sela kursi yang masih kosong, kadang kala membuat orang yang sudah lebih dulu duduk tertindih dengan hentakan keras.
Ini dia salah satu hal yang mulai punah di Jakarta, dan pelan-pelan semakin menghilang ditelan egoisme warganya. Bagaimana tidak semakin egois, kalau mereka semakin tenggelam dari hari ke hari di dalam gelombang update status fesbuk.
No comments:
Post a Comment